be different be YOUnique

Monday 18 May 2020

Islam Sebagai Penawar Keterpurukan

Saat itu aku sedang berkontemplasi dan mengevaluasi diriku. Banyak kesalahan yang aku pikir sangat perlu untuk di koreksi. Namun disisi lain terpatok dengan waktu. 24 tahun hidup dan baru berfikiran untuk mengevaluasi dan berbenah diri, setelah lulus menjadi seorang sarjana. Memang tidak ada kata terlambat. Namun entah mengapa pernyataan klise seperti itu sulit aku telan mentah-mentah.

Setiap makhluk hidup memiliki waktu yang sama. 1 hari 24 jam 1.440 menit dan 86.400 detik. Namun, perbedaannya terletak pada aktivitas yang dilakukan. Ada yang waktunya digunakan untuk rebahan tidak produktif. Ada pula yang melakukan aktivitas produktif seperti mencari pundi-pundi uang, mengabdikan diri kepada sesama dan agama, ada pula yang sedang menyusun dan mengeksekusi rencana beberapa tahun kedepan. Pertanyaan yang selalu berputar di kepalaku saat itu adalah….

Kemana saja aku selama ini?

Beberapa penyesalan telah aku jabarkan di kepalaku. Salah satunya adalah memanfaatkan waktu untuk kesibukan. Bukan untuk produktifitas. Selama ini aku hanya melakukan kewajibanku hingga akupun bertanya-tanya dan kembali menyalahkan diri sendiri. Pertanyaan apa passion mu dan sudah sejauh mana aku mendalaminya membuatku terpuruk.

Aku tidak tahu.

Itulah jawabanku.

Lama berkontemplasi bertambah lagi penyesalan tentang apa yang sudah aku berikan kepada sesama. Aku kira aku adalah makhluk egois yang masih mementingkan waktu dan uang untuk diriku sendiri. Semakin terlarut pada pikiran-pikiran negatif ini berujung pada satu pertanyaan.

Sudah ada persiapan apa untuk beberapa tahun kedepan?

Tersentak dan diam.
Pikiran ini menghancurkanku perlahan.
Namun, beberapa saat setelah berkontemplasi membuatku menyadari.
Aku mendapatkan jawaban atas pergulatan pikiran ini.
Jawaban tentang betapa indahnya agama yang aku anut selama ini.

Islam.

Memang, aku masih banyak kekurangan dalam mempelajari islam. Sampai-sampai aku pernah berfikiran untuk merasa belum pantas disebut Muslim. Karena kehidupanku masih jauh dari kata Islam itu sendiri. Aku hanyalah wanita yang masih berusaha menjadi “Muslimah”

Astaghfirullahaladziim.

Sebenarnya banyak konsep Islam yang bisa menenangkan kaumnya dari keterpurukan. Beberapa konsep dalam Islam yang membuatku tenang adalah Rukun Iman ke-5, Surat Al-Baqoroh ayat 216, dan Surat Al-Insyiroh ayat ke 5-6.


Saat ini, aku bukanlah seorang ahli agama. Aku hanyalah pengagum dan penganut agama Islam yang masih berusaha menjadi Muslimah. Berikut pejabaran dari poin-poin diatas.

1.    Rukun Iman ke-5
Percaya pada Qada dan Qadhar. Rukun ini menyadarkan kita untuk selalu berfikiran positif akan ketetapan, keputusan, kehendak dan takdir Allah SWT entah itu baik ataupun buruk. Karena skenario terbaik adalah skenario dari  Allah SWT. Tuhan yang maha bijaksana atas segala sesuatunya. Bukan kita sebagai manusia yang masih belum 100% paham hikmah yang diberikan Allah SWT kepada makhluknya.
Dengan menyadari rukun ke-5 aku bisa lebih menerima kegagalan dan kekecewaan yang aku alami ini. Karena di setiap kegagalan ada takdir Allah. Pikiran akan keterlambatanku untuk berbenah diri semakin memudar karena aku sadar. Tidak ada kata terlambat. Karena semuanya sudah diberikan porsi waktu sendiri-sendiri oleh Allah SWT. Porsi untuk mempersiapkan masa depan dan menuai kesuksesan itu sendiri.

2.    Surat Al-Baqoroh ayat 216
Ayat ini selalu menamparku ketika aku merasa kecewa pada situasi yang tidak aku inginkan. Surat ini berbunyi:


Sekali lagi kita diyakinkan kalau Allah SWT maha mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Saking sayangnya pada hambanya, Allah SWT memberikan yang terbaik akan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Disini kita dididik oleh Allah SWT tentang belajar legowo atas apa keinginan kita yang tidak tercapai. Aku semakin yakin kalau kekecewaanku atas ketidaktercapainya keinginanku adalah apa yang aku butuhkan untuk melangkah lebih bijak lagi.

3.    Surat Al-Insyiroh ayat 5-6


Betapa sayangnya Allah SWT pada hambanya. Di surat Al-Insyiroh kita di ajarkan untuk selalu optimis dan berlapang dada atas apa yang kita usahakan. Karena kita sebagai manusia di ingatkan 2 kali bahwa “Setelah kesulitan ada kemudahan”. Lantas, apa alasan untuk berhenti berjuang? Tentang menggapai mimpi memang tidak mudah. Pun dalam mendalami passion pasti penuh dengan cobaan. Pasti banyak kegagalan disana. Pasti. Tentang kesulitan kita dihibur oleh Allah SWT lewat Surat Al-Insyiroh yang sangat indah. Allah SWT selalu mengingatkan kalau kemudahan dan kesuksesan pasti akan datang setelah kita melalui kegagalan dan kesulitan.

Islam adalah pedoman hidup bahagia dunia dan akhirat. Islam mengajarkanku untuk tidak terpuruk karena berfikir negatif tentang masa depan. Dengan catatan aku sebagai manusia selalu berusaha dan pantang menyerah. Ketika aku gagal, aku yakin. Itu adalah langkah awal menuju kesuksesan. Ketika aku merasa terlambat untuk menuai kesuksesan dan mimpi. Aku yakin bahwa skenario Allah SWT lah yang terbaik. Karena aku yakin hanya Allah SWT yang mengerti kebutuhanku untuk masa depanku.

Allah SWT mencintai hambanya, pastinya Allah SWT tidak akan mengecewakan hambanya. Kita sebagai hambanya yang masih merasa kecewa, sama saja kecewa pada ketetapan Allah SWT. Padahal yang mengetahui kebutuhan kita adalah Allah SWT. Bukan makhluk lemah seperti kita.

Semoga kita menjadi manusia yang selalu bersyukur atas ketetapan Allah SWT dan menjadi pribadi yang pantang menyerah.

Aamiin.


Share:

Saturday 9 May 2020

Perdebatan Perbedaan Pranikah

Aku mempunyai seorang sahabat laki-laki sejak kelas 1 SMP. Tepat 11 tahun kita mengenal dan memahami kondisi satu sama lain di tahun 2020 ini. Dan pastinya kuantitas lamanya kita mengenal seseorang tidak selalu dibarengi dengan persamaan nilai yang kita anut. 
Suatu hari kita bertukar pikiran mengenai “Pernikahan”. Dia pada sudut pandang laki-laki, sedangkan aku pada sudut padang perempuan. Sudut pandang kita sangat kontras. Dia berfikiran “Kalau sudah ada calon, mengapa tidak cepat menikah saja?” Wait, aku penganut pemikir panjang dan realistis Tidak segampang itu aku menikah karena sudah ada calon, ada faktor lainnya. Ini 3 poin bahasan kita dalam menuju pernikahan :



1.    Finansial
Oke, ini bahasan yang paling lama kita diskusikan. Dia membahas tentang finansial kalau orang pun bisa hidup dengan hidup seadanya dan sederhana. Dia memberikan kisah nyata, rekannya yang sudah berkeluarga mempunyai 2 anak dan bisa hidup dengan biaya Rp 1.800.000 di kota Solo. Awalnya aku percaya tidak percaya, namun setelah aku fikir lagi gaya hidup orang tersebut yang menyelamatkan mereka. Aku salut dengan keluarga yang dapat bertahan hidup dengan biaya UMR, pastinya dalam keluarga tersebut ada Bapak yang hebat dengan kerja keras fisik yang sangat melelahkan dan ada seorang Ibu yang ahli dalam memasak dengan bahan makanan yang sesuai budget dan me manage keuangan keluarga. Selain itu, sahabatku juga mengatakan bahwa semuanya pasti dimulai dari “Nol”. Semua keluarga pasti mengalami masa-masa sulit dalam membangun keluarga. Dan aku pun sangat setuju ini. Sangat setuju. Tidak ada kesuksesan yang tidak dimulai dari “Nol”. Semua kesuksesan butuh proses. Tapi walaupun aku setuju dengan argumennya dia, aku memiliki argumen tersendiri.
Memang biaya minim dapat membuat keluarga hidup, namun aku memiliki tujuan lain. Hidup tidak sekedar hidup. Hidup harus berkualitas. Saat itu aku berargumen satu contoh saat Ibu sedang mengandung dan butuh nutrisi. Aku mengatakan untuk memenuhi nutrisi Ibu hamil dengan susu itu tidak murah. Apalagi Ibu hamil juga harus sehat, bahagia, dan tidak banyak pikiran karena sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Mulai dari berat, panjang anak, sampai kemampuan kognitif dan mental anak tersebut. Karena dengan finansial yang minim itu bisa mempengaruhi banyak aspek, aku tidak ingin mempertaruhkan itu semua untuk masa depan anak dan keluargaku kelak. Karena prioritasku adalah kualitas. Menanggapi kalau setiap keluarga akan merasakan titik “Nol” ya aku pun setuju. Maka dari itu aku ingin menabung dan bersiap-siap bekerja untuk menghadapi titik “Nol” tersebut saat awal menikah besok. Bukannya aku tidak bisa diajak susah, namun aku tidak ingin gambling dan ingin mempersiapkan dengan matang sebelum melangkah kedepan. Orang tuaku pun berusaha maksimal agar anak-anaknya tidak hidup susah. Dan akupun ingin melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik untuk keluargaku kelak.
Masalah finansial sebenarnya hal yang sangat vital dalam kehidupan. Bukannya aku matrealistis, namun aku realistis. Dengan finansial kita bisa sedekah yang banyak, menabung untuk masa depan keluarga, dan untuk keadaan yang tidak bisa kita bayangkan sebelumnya seperti keadaan korona ini.

2.    Mental
Aku adalah pribadi yang bebas namun bertanggung jawab atas hidupku. Aku mengetahui seberapa siapnya mentalku dalam menyikapi pernikahan. Aku berfikir kalau mental adalah satu faktor utama dalam menghadapi pernikahan karena dalam pernikahan kita dituntut untuk bertanggung jawab, komitmen untuk kesuksesan dan kebahagiaan keluarga. Nah, bagaimana bisa membahagiakan kalau diri sendiri belum “Bahagia”? Siapa sih yang mau keluarganya tidak bahagia?
Mental yang kuat ketika di hadang cobaan yang hebat akan tetap berdiri tegar. Ketika mental belum siap dan di hantam cobaan awal pernikahan bagaimana dia bisa membahagiakan keluarganya? Bagaimana dia bisa menguatkan pasangan dan keluarganya? Who knows.
Setiap orang memiliki ego masing-masing. Dengan pernikahan kita di haruskan untuk menghapus ego masing-masing. Inilah mengapa saat ini aku belum siap untuk menikah. Aku belum memenuhi egoku sendiri. Masih banyak keinginan yang ingin aku kejar, aku ingin menyelesaikan mimpiku dahulu, sebelum aku membuat mimpi baru bersama keluargaku kelak.

3.    Masalah Umur
Ada yang berargumen salah satu prioritas dia untuk menikah dini dan memiliki anak adalah karena dia ingin dekat dengan anaknya, namun itu bukan prioritasku. Bukan berarti aku tidak ingin dekat dengan anak-anakku kelak. Aku berfikir kalau dekat atau jauhnya hubungan itu tergantung kita sendiri yang memulai dan itu tidak mengenal umur. Menurutku, jika bisa menjaga komunikasi intens dan beradaptasi terhadap karakteristik generasi anak, aku yakin orang tua pasti bisa kenal lebih dekat dengan anak. Bukan berarti aku ingin menikah dan mempunyai anak 5-10 tahun kedepan. Akupun juga memiliki target maksimal umur aku menikah, siap atau tidak siap semua pertimbanganku di poin 1 dan 2 aku harus hadapi. Setidaknya aku sudah berusaha di umur yang sekarang ini untuk mempersiapkan mimpi bersama keluarga yang baru kelak.

Semua orang bebas berpendapat, akupun senang dan sangat berterimakasih kepada orang lain yang mau bertukar pikiran denganku. Menghargai perbedaan adalah kunci kita dalam hidup bermasyarakat. Pastinya termasuk perbedaan cara pandang terhadap sesuatu.
Kepada semua yang memiliki pertimbangan lain dalam menentukan ke jenjang berikutnya aku ingin berpesan karena kita di tahap yang sama. Ini juga menjadi pesan pengingat ke diri ku sendiri selama ini.
Temanku, yang bisa menentukan hidupmu adalah dirimu sendiri. Bukan orang lain.
Yang mengerti kesiapan diri dan mimpimu adalah kamu sendiri. Bukan sahabat atau saudara yang dikenal.
Bahkan, untuk memilih pasangan hidup kelak adalah kita sendiri, bukan orang lain termasuk orang tua kita.
Teruntuk semua yang akan melangkah ke jenjang berikutnya, semoga dipermudah untuk dituntun oleh Allah dan ikhlas menerima segala ketentuan takdir dari Allah.
Aamiin.


Karena skenario terbaik adalah dari Allah, bukan kita.
Share:

Sunday 3 May 2020

The Person You Really Need to Marry


Malam itu, aku berniat mencari inspirasi di Youtube. Ada salah satu judul di homepage yang terlihat clickbait karna buatku penasaran haha, “The Person You Really Need to Marry” dari channel TEDx Talks. Akhirnya aku melihat video itu lebih dari sekali karena terhanyut kisah nyata dari wanita bernama Tracy McMillan yang pernah menikah sampai 3x. Oh ya, link Youtube nya ada di bawah yah!

Sekilas tentang wanita ini, dia dititipkan dipanti sejak umur 3 bulan karena dia mempunyai Ibu seorang prostitute dan peminum alkohol. Sedangkan Bapaknya seorang kriminal dan pengedar narkoba hingga masuk bui selama 20 tahun. Karena masa kecil dan kondisi keluarganya yang seperti itu, lantas dia memiliki tujuan hidup "Tidak Ingin Ditinggalkan Oleh Orang Lain". Wanita itu berfikir, satu-satunya cara agar dia tidak ditinggalkan oleh orang lain adalah dengan cara Menikah. Ketika dia gagal dia mencoba lagi dan mencobanya lagi.

Menikah dan gagal berulang kali membuatnya belajar banyak hal tentang sebab kegagalannya. Jika berfikir tentang menikahi orang yang salah, dia tidak mengiyakan karena dia menikahi lelaki yang baik dan mapan. Setelah perceraiannya yang ke-3 dia berfikir dan memulai hidup baru karena suatu gagasan penting dalam hidup. Yaitu gagasan tentang "Menikahi Diri Sendiri".

Menikahi diri sendiri mempunyai makna yang lebih dalam dari mencintai diri sendiri. Yaitu komitmen untuk membangun suatu hubungan untuk mencapai diri yang utuh. Tidak lagi orang lain, pekerjaan, atau apapun itu yang membuatmu utuh, karena kamu sendiri sudah lebih dari utuh.

Tracy McMillan membagikan 4 poin inti dari menikahi diri sendiri yaitu menerima apapun kondisi keuangan disaat miskin atau kaya, baik atau buruk apapun kondisinya, ketika sehat atau sakit jiwa raga, dan tentang menjaga diri sendiri.
Menjaga diri sendiri disini bisa digambarkan ketika kita mencintai orang lain, secara otomatis kita akan menjaga dan melindungi orang tersebut. Disini poin nya adalah mengubah prioritas menjaga dan melindungi diri kita terlebih dahulu. Dengan itu kita mampu lebih menjaga dan melindungi orang lain.

Berlanjut dari video TEDx Talks diatas mulai ketampar tentang konsep mencintai diri sendiri. Lanjutlah explore ke laman www.psychologytoday.com dan akhirnya nemu artikel yang yahud dari Sarah Len-Multiwasekwa. Link nya aku cantumin di bawah yah!

Artikel ini berjudul “Self-Love” berisi tentang 4 tahapan kunci dalam mencintai diri sendiri. Dimulai dari Self-Awareness, Self-Worth, Self-Esteem, dan yang terakhir Self-Care.
Self-Awareness sendiri berbicara tentang kontrol diri terhadap respon emosi yang kita rasakan. Contohnya nih, ketika kita marah bukan respon kekerasan atau hujatan yang kita keluarkan, namun respon berfikir jernih dengan kepala dingin. Kunci dari kecerdasan emosional ada di Self-Awareness ini. Tahapan kedua yaitu Self-Worth, disini kita belajar tentang megakui akan kelebihan dan kelemahan diri sendiri. Sejatinya kelebihan itu bisa dikatakan suatu energi yang tidak dapat dihilangkan, namun bisa di tingkatkan. Dengan mengenali dan meningkatkan kelebihan kita atau Self-Worth ini selanjutnya kita bisa mencapai tahapan Self-Esteem. Tahapan ini dicapai ketika kita bisa mengaktualisasikan kelebihan diri sendiri seperti apa hingga tidak merasa inferior atau ketika merasa harga diri kita meningkat. Pencapaian tidak melulu soal rangking atau kompetisi dengan rekan yah! Bisa dikatakan pencapaian ketika kita mampu bertahan dan berjuang demi hidup yang lebih baik lagi, apapun kondisinya. Nah, yang terakhir nih yang kita butuhkan banget apalagi dikala sudah banyak pencapaian yang kita peroleh yaitu Self-Care. Disini kita belajar tentang merawat dan memanjakan diri sendiri, bisa di mulai dari mandi, berpakaian yang kita sukai, sampai melakukan apa yang kita inginkan.

Mencintai diri sendiri jauh dari kata egois. Egois berbicara tentang kepentingan tanpa ada rasa simpati dan empati. Namun mencintai diri sendiri berbicara tentang kebutuhan akan hubungan timbal balik dari kasih sayang. Mencintai diri sendiri terdengar mudah, namun pada kenyataannya banyak orang yang merasa insecure, membenci dirinya sendiri, menyalahkan diri sendiri, bahkan sampai Self-Harm. Padahal, mencintai diri sendiri adalah langkah awal kita mengandalkan diri sendiri dan mencintai orang lain.
Tentang mencintai diri sendiri ini sebenarnya tamparan keras untuk orang yang mencari kebahagiaan. Sebenarnya kebahagiaan bukan di dapat dari orang lain, namun dari diri kita sendiri. Sudahkah kita mengapresiasi dan mencintai jerih payah kita sejak awal?
Share:

Popular Posts

Friends

About Me

My photo
Surakarta, Mid Java, Indonesia

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Menjadi Wanita Merdeka 4.0 dengan Menulis

Categories