be different be YOUnique

Saturday 9 May 2020

Perdebatan Perbedaan Pranikah

Aku mempunyai seorang sahabat laki-laki sejak kelas 1 SMP. Tepat 11 tahun kita mengenal dan memahami kondisi satu sama lain di tahun 2020 ini. Dan pastinya kuantitas lamanya kita mengenal seseorang tidak selalu dibarengi dengan persamaan nilai yang kita anut. 
Suatu hari kita bertukar pikiran mengenai “Pernikahan”. Dia pada sudut pandang laki-laki, sedangkan aku pada sudut padang perempuan. Sudut pandang kita sangat kontras. Dia berfikiran “Kalau sudah ada calon, mengapa tidak cepat menikah saja?” Wait, aku penganut pemikir panjang dan realistis Tidak segampang itu aku menikah karena sudah ada calon, ada faktor lainnya. Ini 3 poin bahasan kita dalam menuju pernikahan :



1.    Finansial
Oke, ini bahasan yang paling lama kita diskusikan. Dia membahas tentang finansial kalau orang pun bisa hidup dengan hidup seadanya dan sederhana. Dia memberikan kisah nyata, rekannya yang sudah berkeluarga mempunyai 2 anak dan bisa hidup dengan biaya Rp 1.800.000 di kota Solo. Awalnya aku percaya tidak percaya, namun setelah aku fikir lagi gaya hidup orang tersebut yang menyelamatkan mereka. Aku salut dengan keluarga yang dapat bertahan hidup dengan biaya UMR, pastinya dalam keluarga tersebut ada Bapak yang hebat dengan kerja keras fisik yang sangat melelahkan dan ada seorang Ibu yang ahli dalam memasak dengan bahan makanan yang sesuai budget dan me manage keuangan keluarga. Selain itu, sahabatku juga mengatakan bahwa semuanya pasti dimulai dari “Nol”. Semua keluarga pasti mengalami masa-masa sulit dalam membangun keluarga. Dan aku pun sangat setuju ini. Sangat setuju. Tidak ada kesuksesan yang tidak dimulai dari “Nol”. Semua kesuksesan butuh proses. Tapi walaupun aku setuju dengan argumennya dia, aku memiliki argumen tersendiri.
Memang biaya minim dapat membuat keluarga hidup, namun aku memiliki tujuan lain. Hidup tidak sekedar hidup. Hidup harus berkualitas. Saat itu aku berargumen satu contoh saat Ibu sedang mengandung dan butuh nutrisi. Aku mengatakan untuk memenuhi nutrisi Ibu hamil dengan susu itu tidak murah. Apalagi Ibu hamil juga harus sehat, bahagia, dan tidak banyak pikiran karena sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Mulai dari berat, panjang anak, sampai kemampuan kognitif dan mental anak tersebut. Karena dengan finansial yang minim itu bisa mempengaruhi banyak aspek, aku tidak ingin mempertaruhkan itu semua untuk masa depan anak dan keluargaku kelak. Karena prioritasku adalah kualitas. Menanggapi kalau setiap keluarga akan merasakan titik “Nol” ya aku pun setuju. Maka dari itu aku ingin menabung dan bersiap-siap bekerja untuk menghadapi titik “Nol” tersebut saat awal menikah besok. Bukannya aku tidak bisa diajak susah, namun aku tidak ingin gambling dan ingin mempersiapkan dengan matang sebelum melangkah kedepan. Orang tuaku pun berusaha maksimal agar anak-anaknya tidak hidup susah. Dan akupun ingin melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik untuk keluargaku kelak.
Masalah finansial sebenarnya hal yang sangat vital dalam kehidupan. Bukannya aku matrealistis, namun aku realistis. Dengan finansial kita bisa sedekah yang banyak, menabung untuk masa depan keluarga, dan untuk keadaan yang tidak bisa kita bayangkan sebelumnya seperti keadaan korona ini.

2.    Mental
Aku adalah pribadi yang bebas namun bertanggung jawab atas hidupku. Aku mengetahui seberapa siapnya mentalku dalam menyikapi pernikahan. Aku berfikir kalau mental adalah satu faktor utama dalam menghadapi pernikahan karena dalam pernikahan kita dituntut untuk bertanggung jawab, komitmen untuk kesuksesan dan kebahagiaan keluarga. Nah, bagaimana bisa membahagiakan kalau diri sendiri belum “Bahagia”? Siapa sih yang mau keluarganya tidak bahagia?
Mental yang kuat ketika di hadang cobaan yang hebat akan tetap berdiri tegar. Ketika mental belum siap dan di hantam cobaan awal pernikahan bagaimana dia bisa membahagiakan keluarganya? Bagaimana dia bisa menguatkan pasangan dan keluarganya? Who knows.
Setiap orang memiliki ego masing-masing. Dengan pernikahan kita di haruskan untuk menghapus ego masing-masing. Inilah mengapa saat ini aku belum siap untuk menikah. Aku belum memenuhi egoku sendiri. Masih banyak keinginan yang ingin aku kejar, aku ingin menyelesaikan mimpiku dahulu, sebelum aku membuat mimpi baru bersama keluargaku kelak.

3.    Masalah Umur
Ada yang berargumen salah satu prioritas dia untuk menikah dini dan memiliki anak adalah karena dia ingin dekat dengan anaknya, namun itu bukan prioritasku. Bukan berarti aku tidak ingin dekat dengan anak-anakku kelak. Aku berfikir kalau dekat atau jauhnya hubungan itu tergantung kita sendiri yang memulai dan itu tidak mengenal umur. Menurutku, jika bisa menjaga komunikasi intens dan beradaptasi terhadap karakteristik generasi anak, aku yakin orang tua pasti bisa kenal lebih dekat dengan anak. Bukan berarti aku ingin menikah dan mempunyai anak 5-10 tahun kedepan. Akupun juga memiliki target maksimal umur aku menikah, siap atau tidak siap semua pertimbanganku di poin 1 dan 2 aku harus hadapi. Setidaknya aku sudah berusaha di umur yang sekarang ini untuk mempersiapkan mimpi bersama keluarga yang baru kelak.

Semua orang bebas berpendapat, akupun senang dan sangat berterimakasih kepada orang lain yang mau bertukar pikiran denganku. Menghargai perbedaan adalah kunci kita dalam hidup bermasyarakat. Pastinya termasuk perbedaan cara pandang terhadap sesuatu.
Kepada semua yang memiliki pertimbangan lain dalam menentukan ke jenjang berikutnya aku ingin berpesan karena kita di tahap yang sama. Ini juga menjadi pesan pengingat ke diri ku sendiri selama ini.
Temanku, yang bisa menentukan hidupmu adalah dirimu sendiri. Bukan orang lain.
Yang mengerti kesiapan diri dan mimpimu adalah kamu sendiri. Bukan sahabat atau saudara yang dikenal.
Bahkan, untuk memilih pasangan hidup kelak adalah kita sendiri, bukan orang lain termasuk orang tua kita.
Teruntuk semua yang akan melangkah ke jenjang berikutnya, semoga dipermudah untuk dituntun oleh Allah dan ikhlas menerima segala ketentuan takdir dari Allah.
Aamiin.


Karena skenario terbaik adalah dari Allah, bukan kita.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Friends

About Me

My photo
Surakarta, Mid Java, Indonesia

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Menjadi Wanita Merdeka 4.0 dengan Menulis

Categories