be different be YOUnique

Wednesday 28 July 2021

Hal Hal yang Aku Sesalkan Dalam Hidup

Malu.

Ketika keinget scene pengalaman memalukan atau kesalahan-kesalahan yang seketika lewat di pikiran tanpa permisi


Kesal.

Ketika kita berfikir kalau sudah mempertimbangkan banyak hal sebelum memilih suatu keputusan, ternyata masih salah juga


Sedih.

Ketika tahu keputusan yang sudah diambil tidak berdampak seperti  apa yang kita inginkan


Tertinggal.

Ketika melihat pencapaian hidup teman-teman di sosial media yang lebih berkembang


Banyak hal yang kita lalui sampai saat ini.

Hari demi bulan, bulan demi tahun, yang menggulung merangkai setiap kisah kita dalam rasa sesal dan bersyukur.

Semakin menahun, aku semakin tahu.


Betapa bodohnya sikap enggan mencari tahu kisah dan pengalaman orang lain.

Betapa cerobohnya tidak menjadi orang yang objektif dalam memilah keputusan.

 

Hidup itu berat. Apa tujuan hidup?


Pencarian jati diri dan tujuan hidup masih bergelut di dalam pikiran seorang yang menuju dewasa ini.


Quarter Life Crisis mereka bilang

Fase ini banyak memungkinkanku untuk banyak berkontemplasi. Flashback kejadian-kejadian kelam yang harus disadarkan dengan mengingat pencapaian. Kita belajar dari masa lalu, banyak hal yang aku highlights agar bisa jadi alarm.

Buatku mungkin hanya sebatas pengingat saja, kalau hal ini akan berdampak itu. Tapi buatmu yang ingin belajar dari kesalahanku, silahkan di pelajari.


  • Tidak menekuni Hobi

Bahkan, aku tidak tahu apa hobiku. Seingatku, hobiku dulu menggambar. Aku suka menggambar sejak TK bahkan ketika SMP aku membuat diary berbentuk komik. Namun semuanya aku hentikan setelah aku tahu ada hadits yang tidak memperbolehkan menggambar. Aku diberi tahu guru lesku yang berjilbab besar itu. Lekas setelah diberi tahu, aku search di google dengan hasil yang membuatku deg-deg an.


“Orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian buat ini’” (HR. Bukhari dan Muslim).


 Oke, pupus sudah hobiku untuk menggambar. Tanpa babibu aku langsung mengurungkan niat melanjutkan ke sekolah menggambar.

Beranjak dewasa, ternyata aku belum terlalu paham tentang cara surfing yang baik dan benar di Google. Aku belum terlalu paham agama, kalau banyak pendapat yang memperbolehkan menggambar dengan syarat-syarat tertentu.

Pembelajaran besar untuk ku agar senantiasa berfikir kritis sebelum menilai sesuatu, mengamalkannya apalagi dalam memberitahu ilmu ke orang lain.


Pencarian hobiku terhenti karena aku terlalu sok menyibukkan diri di dunia organisasi dan komunitas sampai tidak mengurus keinginan hati dan pikiran.

Di usia yang sekarang sebenarnya terlambat untuk mencari dan menekuni hobi, karena itu bisa dilakukan di umur yang jauh lebih muda dariku.

Tapi, menjadi orang yang lebih baik tidak perlu kembali ke masa lalu untuk berubah. Cukup menyadari dan berbenah sekarang. Karena perjalanan menuju masa depan masih panjang.


Hobi itu banyak manfaatnya dan penting untuk ditekuni. Dari artikel laman Kettering University, Manfaat menekuni hobi itu diantaranya :

a.      Meningkatkan energi bersamaan dengan meningkatnya detak jantung dan fungsi otak

b.      Menjaga kesehatan mental dan emosional karena mampu mengurangi depresi dan meningkatkan self esteem

c.      Menambah relasi dan komunitas sesama hobi

d.      Menambah melatih otak agar terus berfikir kreativ

e.      Meningkatkan rasa kepercayaan diri sehingga hidup terasa lebih berkualitas


  • Teoritis

Sebenarnya tidak salah juga menjadi seorang yang teoritis. Tapi menurutku alangkah lebih baiknya kalau diimbangi dengan menjadi eksekutor yang baik.

Terlalu banyak berfikir sebelum melakukan sesuatu, banyak pertimbangan dan asumsi yang babibu akan membuat pikiran jadi berat dan kacau.

Alhasil diam ditempat.


Alangkah lebih baiknya jika meminta pendapat dan belajar dari orang yang lebih berpengalaman atau yang biasa kita sebut mentor.

Mentor mempunyai teori dan pengalaman sebagai eksekutor yang handal. Sayangnya sampai saat ini pun aku belum mempunyai mentor yang bisa membimbingku dan mengajariku banyak hal karena kesalahanku di point 3 di bawah ini.


  • Idealisme seorang Fresh Graduate

Setelah lulus, aku ingin belajar banyak hal terkait dunia luar. Banyak bertanya ke rekan-rekanku yang sudah merasakan dunia pekerjaan. Katanya karyawan tidak semuanya baik. Ada yang sikut-sikut an, bermain di belakang, muka dua, penjilat, dan lainya yang aku dengarkan semua dengan seksama.

Setelah lulus aku merasakan kepolosan seorang fresh graduate yang ingin belajar banyak hal hingga tersadar bekerja tidak hanya belajar saja yang dikejar.

Suatu hari aku tidak terlalu mengambil banyak pusing ketika insentif tidak cair, tidak terlalu berambisi untuk mencari materi. Padahal hal lain yang dicari dalam pekerjaan adalah materi. Polos sekali.

Ditambah lagi aku dengan sengajanya menargetkan masuk ke perusahaan kecil karena aku harap, aku bisa banyak belajar dan berevaluasi disana.

Tapi ternyata salah.

Kembali lagi ke point 2, aku tidak punya mentor. Karena perusahaan kecil dan belum tersistem jadinya tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan saat itu pihak pengelola juga kelimpungan mencari ide yang kreativ.


Apa yang di harapkan dari ide seorang fresh graduate ?

Hey bung, pelaut yang handal datang dari lautan yang ganas


Semoga dari pengalamanku ini tidak membenarkan apa yang salah, karena semua tampak terlihat abu-abu saat itu.


  • Tidak menekuni minimal 1 skill

Dunia setelah lulus akan tampak ganas bagi orang-orang yang tidak mempunyai skill. Setidaknya, jika kita mempunyai skill kita bisa menjadi seorang freelancer atau jadi orang bermanfaat untuk orang lain.

Skill yang selalu dilatih akan menajam dengan sendirinya. Because they say “Quantity makes Quality” dan aku setuju.

Dengan kita menekuni skills, kita mampu menang berkompetisi di dunia profesional dengan baik. Dunia setelah lulus adalah dunia orang-orang profesional yang saling berkompetisi untuk mencapai titik yang tak terbatas. Kompetisi adalah keniscayaan.

Ketika kita mempunyai jiwa kompetitif, dunia pekerjaan akan tampak lebih menyenangkan, menantang, dan bermakna. Apalagi jika berkompetisi di bidang yang kita sukai.

Suatu kebanggaan tersendiri ketika mencapai titik tertentu dengan cara yang halal dan baik.


Sebenarnya, dari 4 point diatas saling berkesinambungan.


Hobi yang tidak ditekuni akan sulit menjadi skills profesional. Bisa otodidak, namun alangkah lebih cepat dan terarahnya jika mempunyai mentor yang bisa mengarahkan ke tujuan yang benar. Mentor pun tidak hanya membantu mengembangkan hobi saja, namun juga menebar semangat dan membantu mengarahkan menuju tujuan hidup.

Apalagi jika tidak banyak mengetahui dunia luar seperti apa dan sibuk dengan asumsi sendiri, lama kelamaan akan termakan dengan pikiran abu-abu.


Walaupun aku belum mempunyai mentor, tapi aku sering mendengar cerita dari teman-teman yang mempunyai.

Hey, betapa beruntungnya dirimu. Jangan sampai kesempatan terbuang dengan sia-sia.

Jika aku mempunyai mentor, aku harap bisa lebih dan lebih berkembang lagi.

Sembari mencari mentor, alangkah lebih baiknya kalau diimbangi dengan mempertajam skill dan hobi.

Apa bahan bakar semangatnya ? Jangan Teoritis.






Sumber :

https://muslim.or.id/26684-hukum-menggambar-makhluk-bernyawa.html

https://muslim.or.id/55328-kupas-tuntas-hukum-gambar-makhluk-bernyawa-bag-1.html

https://online.kettering.edu/news/2019/04/15/why-hobbies-are-important


 

Share:

Friday 19 June 2020

Manfaat Menulis Untuk Dirimu Versi Lebih Baik

Sebenarnya ini bukanlah tulisan pertamaku di bulan ini. Ingin aku post tulisanku kemarin di blog “diamonda” ini namun apalah daya, tulisanku bukan menjadi hak milikku. Sedikit cerita aku mencoba menulis di akun-akun freelance. Hasilnya adalah nihil. Aku belum berhasil. Namun itu bukan menjadi alasanku berhenti menulis. Aku memang harus banyak belajar lagi soal kepenulisan yang baru aku pelajari beberapa bulan belakangan. Belajar tentang cara menulis artikel yang baik sampai ke artikel SEO, copywriting, content writing, creative writing, dan lainnya yang menjadi istilah dan ilmu baru buatku. 

Ceritaku tentang menulis, sebenarnya ingin aku tekuni sejak kuliah. Namun karena ke-sok sibuk-an ku, aku belum bisa terjun ke dunia ini. Ingin aku buat blog yang isinya tentang tema apa yang ingin aku diskusikan, bahan apa yang grundel di pikiranku, dan beberapa kisah hidupku. Pada akhirnya blog yang aku maksud baru pecah telur tahun ini. Tujuanku menulis karena setahuku menulis dapat meningkatkan kemampuan berfikir, meningkatkan kesehatan mental bahkan fisik. 



Satu artikel yang aku lansir dari penulis bernama M Cecil Smith, Ph.D. di Northern Illinois University, ada banyak hal manfaat menulis yang mendasari kenapa aku membuat blog “diamonda” ini, diantaranya adalah :

Meningkatkan Kemampuan Berfikir
Kemampuan berfikir ini meliputi banyak hal juga. Hal yang mendasari karena menulis adalah sarana “connect the dots in their knowledge”. Penjabarannya meliputi :
1. Meningkatkan kemampuan berfikir
2. Meningkatkan kreativitas
3. Meningkatkan kemampuan mengingat sesuatu
4. Meningkatkan kemampuan kognitif
5. Meningkatkan kemampuan fokus
6. Meningkatkan kemampuan perencanaan ke masa depan
7. Sebagai sarana evaluasi pengalaman di masa lalu

Ketika kita menulis suatu topik, kita akan mengaktifkan kemampuan-kemampuan diatas, merangkainya menjadi kesatuan utuh menjadi tulisan. Seperti apa yang aku tulis saat ini. Fikiranku diasah cara berfikirnya. Karena memikirkan kerangka menulis dari prolog sampai ending, merangkai kalimat per kalimat yang tepat hingga dapat meningkatkan kreativitas. Aku juga harus fokus menulis agar tidak salah tangkap ke pembaca. Selain itu aku juga merefleksikan pengalamanku di masa lalu dan keinginanku di masa depan dengan menulis.

Membuatmu Merasa Lebih Baik
Disini kita bisa lihat 2 aspek yaitu dari fisik dan mental. Ada penelitian tentang ”Therapeutic Writing” atau “Writing Therapy” ini yang positif dapat menyembuhkan penyakit fisik dan emosional.
Ini termasuk tulisan “Expressive Writing” yaitu mengekspresikan perasaan dan pikiran lewat tulisan yang membuat stres dengan tidak memikirkan ejaan, tata bahasa, dan lainnya. Menulis ini memiliki beberapa manfaat diantaranya :
1. Menyembuhkan luka emosional 
2. Membantu proses adaptasi ke lingkungan baru 
3. Mengurangi rasa cemas dan depresi

Untuk Therapeutic Writing ini sebenarnya sangat mudah untuk dilakukan. Modalnya pun cukup mudah, hanya waktu, alat tulis, kemauan dan kemampuan. Dari laman www.pijarpsikologi.com walaupun expressive writing ini cukup mudah, namun tetap ada teknis dan tatacara nya agar terapi ini lebih efektif yang meliputi :
1. Menyiapkan waktu dan tempat yang nyaman untuk menulis
2. Menulis dengan durasi bertahap yang dilakukan konsisten selama berhari-hari
3. Menuliskan perasaan dan pemikiran mendalam yang dirasakan. Bisa meliputi kejadian traumatis maupun keinginan masa depan yang ingin dicapai
4. Tidak terpaku pada aturan menulis yang baku. Membiarkan apa kata hati mengalir deras tercurah lewat tulisan 
5. Kemampuan untuk menulis apa yang dirasakan. Ketika kejadian dirasa sangat traumatis hingga memicu stres, lebih baik berhenti dahulu menulisnya. Lalu lanjutkan lagi ketika sudah siap yah!
6. Tulisan bersifat rahasia karena tulisan ini untuk dirimu sendiri
7. Refleksikan tulisan setelah satu atau dua minggu melakukan terapi menulis ini

Sudah banyak penelitian-penelitian tentang manfaat menulis ini yang membuatku tertarik untuk menulis. Dari menulis pun juga bisa menghasilkan pundi uang. Dimulai dari menulis artikel daring sampai menulis buku. Poin plus jika tulisan diterbitkan menjadi sebuah film. Selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk orang lain dengan memberikan informasi maupun inspirasi. 

Oh ya! Link artikel dari NIU dan web daring aku cantumin di bawah yah!
Dari tulisan ini muncul pertanyaan baru. Kalau menulis bisa meringankan stres, mana yang lebih efektif, expressive writing atau curhat ke pendengar yang baik?
Next time deh, aku cari tahu informasi dan tulis lagi ke blog ini!

Sumber :
Share:

Monday 18 May 2020

Islam Sebagai Penawar Keterpurukan

Saat itu aku sedang berkontemplasi dan mengevaluasi diriku. Banyak kesalahan yang aku pikir sangat perlu untuk di koreksi. Namun disisi lain terpatok dengan waktu. 24 tahun hidup dan baru berfikiran untuk mengevaluasi dan berbenah diri, setelah lulus menjadi seorang sarjana. Memang tidak ada kata terlambat. Namun entah mengapa pernyataan klise seperti itu sulit aku telan mentah-mentah.

Setiap makhluk hidup memiliki waktu yang sama. 1 hari 24 jam 1.440 menit dan 86.400 detik. Namun, perbedaannya terletak pada aktivitas yang dilakukan. Ada yang waktunya digunakan untuk rebahan tidak produktif. Ada pula yang melakukan aktivitas produktif seperti mencari pundi-pundi uang, mengabdikan diri kepada sesama dan agama, ada pula yang sedang menyusun dan mengeksekusi rencana beberapa tahun kedepan. Pertanyaan yang selalu berputar di kepalaku saat itu adalah….

Kemana saja aku selama ini?

Beberapa penyesalan telah aku jabarkan di kepalaku. Salah satunya adalah memanfaatkan waktu untuk kesibukan. Bukan untuk produktifitas. Selama ini aku hanya melakukan kewajibanku hingga akupun bertanya-tanya dan kembali menyalahkan diri sendiri. Pertanyaan apa passion mu dan sudah sejauh mana aku mendalaminya membuatku terpuruk.

Aku tidak tahu.

Itulah jawabanku.

Lama berkontemplasi bertambah lagi penyesalan tentang apa yang sudah aku berikan kepada sesama. Aku kira aku adalah makhluk egois yang masih mementingkan waktu dan uang untuk diriku sendiri. Semakin terlarut pada pikiran-pikiran negatif ini berujung pada satu pertanyaan.

Sudah ada persiapan apa untuk beberapa tahun kedepan?

Tersentak dan diam.
Pikiran ini menghancurkanku perlahan.
Namun, beberapa saat setelah berkontemplasi membuatku menyadari.
Aku mendapatkan jawaban atas pergulatan pikiran ini.
Jawaban tentang betapa indahnya agama yang aku anut selama ini.

Islam.

Memang, aku masih banyak kekurangan dalam mempelajari islam. Sampai-sampai aku pernah berfikiran untuk merasa belum pantas disebut Muslim. Karena kehidupanku masih jauh dari kata Islam itu sendiri. Aku hanyalah wanita yang masih berusaha menjadi “Muslimah”

Astaghfirullahaladziim.

Sebenarnya banyak konsep Islam yang bisa menenangkan kaumnya dari keterpurukan. Beberapa konsep dalam Islam yang membuatku tenang adalah Rukun Iman ke-5, Surat Al-Baqoroh ayat 216, dan Surat Al-Insyiroh ayat ke 5-6.


Saat ini, aku bukanlah seorang ahli agama. Aku hanyalah pengagum dan penganut agama Islam yang masih berusaha menjadi Muslimah. Berikut pejabaran dari poin-poin diatas.

1.    Rukun Iman ke-5
Percaya pada Qada dan Qadhar. Rukun ini menyadarkan kita untuk selalu berfikiran positif akan ketetapan, keputusan, kehendak dan takdir Allah SWT entah itu baik ataupun buruk. Karena skenario terbaik adalah skenario dari  Allah SWT. Tuhan yang maha bijaksana atas segala sesuatunya. Bukan kita sebagai manusia yang masih belum 100% paham hikmah yang diberikan Allah SWT kepada makhluknya.
Dengan menyadari rukun ke-5 aku bisa lebih menerima kegagalan dan kekecewaan yang aku alami ini. Karena di setiap kegagalan ada takdir Allah. Pikiran akan keterlambatanku untuk berbenah diri semakin memudar karena aku sadar. Tidak ada kata terlambat. Karena semuanya sudah diberikan porsi waktu sendiri-sendiri oleh Allah SWT. Porsi untuk mempersiapkan masa depan dan menuai kesuksesan itu sendiri.

2.    Surat Al-Baqoroh ayat 216
Ayat ini selalu menamparku ketika aku merasa kecewa pada situasi yang tidak aku inginkan. Surat ini berbunyi:


Sekali lagi kita diyakinkan kalau Allah SWT maha mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Saking sayangnya pada hambanya, Allah SWT memberikan yang terbaik akan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Disini kita dididik oleh Allah SWT tentang belajar legowo atas apa keinginan kita yang tidak tercapai. Aku semakin yakin kalau kekecewaanku atas ketidaktercapainya keinginanku adalah apa yang aku butuhkan untuk melangkah lebih bijak lagi.

3.    Surat Al-Insyiroh ayat 5-6


Betapa sayangnya Allah SWT pada hambanya. Di surat Al-Insyiroh kita di ajarkan untuk selalu optimis dan berlapang dada atas apa yang kita usahakan. Karena kita sebagai manusia di ingatkan 2 kali bahwa “Setelah kesulitan ada kemudahan”. Lantas, apa alasan untuk berhenti berjuang? Tentang menggapai mimpi memang tidak mudah. Pun dalam mendalami passion pasti penuh dengan cobaan. Pasti banyak kegagalan disana. Pasti. Tentang kesulitan kita dihibur oleh Allah SWT lewat Surat Al-Insyiroh yang sangat indah. Allah SWT selalu mengingatkan kalau kemudahan dan kesuksesan pasti akan datang setelah kita melalui kegagalan dan kesulitan.

Islam adalah pedoman hidup bahagia dunia dan akhirat. Islam mengajarkanku untuk tidak terpuruk karena berfikir negatif tentang masa depan. Dengan catatan aku sebagai manusia selalu berusaha dan pantang menyerah. Ketika aku gagal, aku yakin. Itu adalah langkah awal menuju kesuksesan. Ketika aku merasa terlambat untuk menuai kesuksesan dan mimpi. Aku yakin bahwa skenario Allah SWT lah yang terbaik. Karena aku yakin hanya Allah SWT yang mengerti kebutuhanku untuk masa depanku.

Allah SWT mencintai hambanya, pastinya Allah SWT tidak akan mengecewakan hambanya. Kita sebagai hambanya yang masih merasa kecewa, sama saja kecewa pada ketetapan Allah SWT. Padahal yang mengetahui kebutuhan kita adalah Allah SWT. Bukan makhluk lemah seperti kita.

Semoga kita menjadi manusia yang selalu bersyukur atas ketetapan Allah SWT dan menjadi pribadi yang pantang menyerah.

Aamiin.


Share:

Saturday 9 May 2020

Perdebatan Perbedaan Pranikah

Aku mempunyai seorang sahabat laki-laki sejak kelas 1 SMP. Tepat 11 tahun kita mengenal dan memahami kondisi satu sama lain di tahun 2020 ini. Dan pastinya kuantitas lamanya kita mengenal seseorang tidak selalu dibarengi dengan persamaan nilai yang kita anut. 
Suatu hari kita bertukar pikiran mengenai “Pernikahan”. Dia pada sudut pandang laki-laki, sedangkan aku pada sudut padang perempuan. Sudut pandang kita sangat kontras. Dia berfikiran “Kalau sudah ada calon, mengapa tidak cepat menikah saja?” Wait, aku penganut pemikir panjang dan realistis Tidak segampang itu aku menikah karena sudah ada calon, ada faktor lainnya. Ini 3 poin bahasan kita dalam menuju pernikahan :



1.    Finansial
Oke, ini bahasan yang paling lama kita diskusikan. Dia membahas tentang finansial kalau orang pun bisa hidup dengan hidup seadanya dan sederhana. Dia memberikan kisah nyata, rekannya yang sudah berkeluarga mempunyai 2 anak dan bisa hidup dengan biaya Rp 1.800.000 di kota Solo. Awalnya aku percaya tidak percaya, namun setelah aku fikir lagi gaya hidup orang tersebut yang menyelamatkan mereka. Aku salut dengan keluarga yang dapat bertahan hidup dengan biaya UMR, pastinya dalam keluarga tersebut ada Bapak yang hebat dengan kerja keras fisik yang sangat melelahkan dan ada seorang Ibu yang ahli dalam memasak dengan bahan makanan yang sesuai budget dan me manage keuangan keluarga. Selain itu, sahabatku juga mengatakan bahwa semuanya pasti dimulai dari “Nol”. Semua keluarga pasti mengalami masa-masa sulit dalam membangun keluarga. Dan aku pun sangat setuju ini. Sangat setuju. Tidak ada kesuksesan yang tidak dimulai dari “Nol”. Semua kesuksesan butuh proses. Tapi walaupun aku setuju dengan argumennya dia, aku memiliki argumen tersendiri.
Memang biaya minim dapat membuat keluarga hidup, namun aku memiliki tujuan lain. Hidup tidak sekedar hidup. Hidup harus berkualitas. Saat itu aku berargumen satu contoh saat Ibu sedang mengandung dan butuh nutrisi. Aku mengatakan untuk memenuhi nutrisi Ibu hamil dengan susu itu tidak murah. Apalagi Ibu hamil juga harus sehat, bahagia, dan tidak banyak pikiran karena sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Mulai dari berat, panjang anak, sampai kemampuan kognitif dan mental anak tersebut. Karena dengan finansial yang minim itu bisa mempengaruhi banyak aspek, aku tidak ingin mempertaruhkan itu semua untuk masa depan anak dan keluargaku kelak. Karena prioritasku adalah kualitas. Menanggapi kalau setiap keluarga akan merasakan titik “Nol” ya aku pun setuju. Maka dari itu aku ingin menabung dan bersiap-siap bekerja untuk menghadapi titik “Nol” tersebut saat awal menikah besok. Bukannya aku tidak bisa diajak susah, namun aku tidak ingin gambling dan ingin mempersiapkan dengan matang sebelum melangkah kedepan. Orang tuaku pun berusaha maksimal agar anak-anaknya tidak hidup susah. Dan akupun ingin melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik untuk keluargaku kelak.
Masalah finansial sebenarnya hal yang sangat vital dalam kehidupan. Bukannya aku matrealistis, namun aku realistis. Dengan finansial kita bisa sedekah yang banyak, menabung untuk masa depan keluarga, dan untuk keadaan yang tidak bisa kita bayangkan sebelumnya seperti keadaan korona ini.

2.    Mental
Aku adalah pribadi yang bebas namun bertanggung jawab atas hidupku. Aku mengetahui seberapa siapnya mentalku dalam menyikapi pernikahan. Aku berfikir kalau mental adalah satu faktor utama dalam menghadapi pernikahan karena dalam pernikahan kita dituntut untuk bertanggung jawab, komitmen untuk kesuksesan dan kebahagiaan keluarga. Nah, bagaimana bisa membahagiakan kalau diri sendiri belum “Bahagia”? Siapa sih yang mau keluarganya tidak bahagia?
Mental yang kuat ketika di hadang cobaan yang hebat akan tetap berdiri tegar. Ketika mental belum siap dan di hantam cobaan awal pernikahan bagaimana dia bisa membahagiakan keluarganya? Bagaimana dia bisa menguatkan pasangan dan keluarganya? Who knows.
Setiap orang memiliki ego masing-masing. Dengan pernikahan kita di haruskan untuk menghapus ego masing-masing. Inilah mengapa saat ini aku belum siap untuk menikah. Aku belum memenuhi egoku sendiri. Masih banyak keinginan yang ingin aku kejar, aku ingin menyelesaikan mimpiku dahulu, sebelum aku membuat mimpi baru bersama keluargaku kelak.

3.    Masalah Umur
Ada yang berargumen salah satu prioritas dia untuk menikah dini dan memiliki anak adalah karena dia ingin dekat dengan anaknya, namun itu bukan prioritasku. Bukan berarti aku tidak ingin dekat dengan anak-anakku kelak. Aku berfikir kalau dekat atau jauhnya hubungan itu tergantung kita sendiri yang memulai dan itu tidak mengenal umur. Menurutku, jika bisa menjaga komunikasi intens dan beradaptasi terhadap karakteristik generasi anak, aku yakin orang tua pasti bisa kenal lebih dekat dengan anak. Bukan berarti aku ingin menikah dan mempunyai anak 5-10 tahun kedepan. Akupun juga memiliki target maksimal umur aku menikah, siap atau tidak siap semua pertimbanganku di poin 1 dan 2 aku harus hadapi. Setidaknya aku sudah berusaha di umur yang sekarang ini untuk mempersiapkan mimpi bersama keluarga yang baru kelak.

Semua orang bebas berpendapat, akupun senang dan sangat berterimakasih kepada orang lain yang mau bertukar pikiran denganku. Menghargai perbedaan adalah kunci kita dalam hidup bermasyarakat. Pastinya termasuk perbedaan cara pandang terhadap sesuatu.
Kepada semua yang memiliki pertimbangan lain dalam menentukan ke jenjang berikutnya aku ingin berpesan karena kita di tahap yang sama. Ini juga menjadi pesan pengingat ke diri ku sendiri selama ini.
Temanku, yang bisa menentukan hidupmu adalah dirimu sendiri. Bukan orang lain.
Yang mengerti kesiapan diri dan mimpimu adalah kamu sendiri. Bukan sahabat atau saudara yang dikenal.
Bahkan, untuk memilih pasangan hidup kelak adalah kita sendiri, bukan orang lain termasuk orang tua kita.
Teruntuk semua yang akan melangkah ke jenjang berikutnya, semoga dipermudah untuk dituntun oleh Allah dan ikhlas menerima segala ketentuan takdir dari Allah.
Aamiin.


Karena skenario terbaik adalah dari Allah, bukan kita.
Share:

Sunday 3 May 2020

The Person You Really Need to Marry


Malam itu, aku berniat mencari inspirasi di Youtube. Ada salah satu judul di homepage yang terlihat clickbait karna buatku penasaran haha, “The Person You Really Need to Marry” dari channel TEDx Talks. Akhirnya aku melihat video itu lebih dari sekali karena terhanyut kisah nyata dari wanita bernama Tracy McMillan yang pernah menikah sampai 3x. Oh ya, link Youtube nya ada di bawah yah!

Sekilas tentang wanita ini, dia dititipkan dipanti sejak umur 3 bulan karena dia mempunyai Ibu seorang prostitute dan peminum alkohol. Sedangkan Bapaknya seorang kriminal dan pengedar narkoba hingga masuk bui selama 20 tahun. Karena masa kecil dan kondisi keluarganya yang seperti itu, lantas dia memiliki tujuan hidup "Tidak Ingin Ditinggalkan Oleh Orang Lain". Wanita itu berfikir, satu-satunya cara agar dia tidak ditinggalkan oleh orang lain adalah dengan cara Menikah. Ketika dia gagal dia mencoba lagi dan mencobanya lagi.

Menikah dan gagal berulang kali membuatnya belajar banyak hal tentang sebab kegagalannya. Jika berfikir tentang menikahi orang yang salah, dia tidak mengiyakan karena dia menikahi lelaki yang baik dan mapan. Setelah perceraiannya yang ke-3 dia berfikir dan memulai hidup baru karena suatu gagasan penting dalam hidup. Yaitu gagasan tentang "Menikahi Diri Sendiri".

Menikahi diri sendiri mempunyai makna yang lebih dalam dari mencintai diri sendiri. Yaitu komitmen untuk membangun suatu hubungan untuk mencapai diri yang utuh. Tidak lagi orang lain, pekerjaan, atau apapun itu yang membuatmu utuh, karena kamu sendiri sudah lebih dari utuh.

Tracy McMillan membagikan 4 poin inti dari menikahi diri sendiri yaitu menerima apapun kondisi keuangan disaat miskin atau kaya, baik atau buruk apapun kondisinya, ketika sehat atau sakit jiwa raga, dan tentang menjaga diri sendiri.
Menjaga diri sendiri disini bisa digambarkan ketika kita mencintai orang lain, secara otomatis kita akan menjaga dan melindungi orang tersebut. Disini poin nya adalah mengubah prioritas menjaga dan melindungi diri kita terlebih dahulu. Dengan itu kita mampu lebih menjaga dan melindungi orang lain.

Berlanjut dari video TEDx Talks diatas mulai ketampar tentang konsep mencintai diri sendiri. Lanjutlah explore ke laman www.psychologytoday.com dan akhirnya nemu artikel yang yahud dari Sarah Len-Multiwasekwa. Link nya aku cantumin di bawah yah!

Artikel ini berjudul “Self-Love” berisi tentang 4 tahapan kunci dalam mencintai diri sendiri. Dimulai dari Self-Awareness, Self-Worth, Self-Esteem, dan yang terakhir Self-Care.
Self-Awareness sendiri berbicara tentang kontrol diri terhadap respon emosi yang kita rasakan. Contohnya nih, ketika kita marah bukan respon kekerasan atau hujatan yang kita keluarkan, namun respon berfikir jernih dengan kepala dingin. Kunci dari kecerdasan emosional ada di Self-Awareness ini. Tahapan kedua yaitu Self-Worth, disini kita belajar tentang megakui akan kelebihan dan kelemahan diri sendiri. Sejatinya kelebihan itu bisa dikatakan suatu energi yang tidak dapat dihilangkan, namun bisa di tingkatkan. Dengan mengenali dan meningkatkan kelebihan kita atau Self-Worth ini selanjutnya kita bisa mencapai tahapan Self-Esteem. Tahapan ini dicapai ketika kita bisa mengaktualisasikan kelebihan diri sendiri seperti apa hingga tidak merasa inferior atau ketika merasa harga diri kita meningkat. Pencapaian tidak melulu soal rangking atau kompetisi dengan rekan yah! Bisa dikatakan pencapaian ketika kita mampu bertahan dan berjuang demi hidup yang lebih baik lagi, apapun kondisinya. Nah, yang terakhir nih yang kita butuhkan banget apalagi dikala sudah banyak pencapaian yang kita peroleh yaitu Self-Care. Disini kita belajar tentang merawat dan memanjakan diri sendiri, bisa di mulai dari mandi, berpakaian yang kita sukai, sampai melakukan apa yang kita inginkan.

Mencintai diri sendiri jauh dari kata egois. Egois berbicara tentang kepentingan tanpa ada rasa simpati dan empati. Namun mencintai diri sendiri berbicara tentang kebutuhan akan hubungan timbal balik dari kasih sayang. Mencintai diri sendiri terdengar mudah, namun pada kenyataannya banyak orang yang merasa insecure, membenci dirinya sendiri, menyalahkan diri sendiri, bahkan sampai Self-Harm. Padahal, mencintai diri sendiri adalah langkah awal kita mengandalkan diri sendiri dan mencintai orang lain.
Tentang mencintai diri sendiri ini sebenarnya tamparan keras untuk orang yang mencari kebahagiaan. Sebenarnya kebahagiaan bukan di dapat dari orang lain, namun dari diri kita sendiri. Sudahkah kita mengapresiasi dan mencintai jerih payah kita sejak awal?
Share:

Sunday 19 April 2020

Glorifikasi Profesi

Tidak ada keraguan kalau manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Contoh nyata saat di awal tahun 2020 terjadi guncangan ekonomi yang menyebabkan roda perekonomian seluruh dunia melambat bahkan terhenti. Banyak dari kita melihat dan mendengar keluhan dari masyarakat bawah, menengah, maupun atas yang kesulitan mengais rizki demi kebutuhan sehari-hari. Tahun 2020 adalah tahun yang sulit, Iya sulit, namun tidak berarti tidak bisa di taklukan.

Sebagaimana roda ekonomi, dari hulu sampai hilir pasti saling berhubungan dan saling ketergantungan. Kita lihat banyak perusahaan besar yang mengalami penurunan profit hingga sangat terpaksa mengadakan PHK masal. Tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara pun turut meramaikan pesta PHK masal ini. Iya, pesta perayaan kesedihan di awal tahun 2020. Dampaknya angka pengangguran semakin meningkat, kriminalitas semakin mencekam, bahkan ada bisikan penjarahan di beberapa sisi kota. Disini kita melihat bahwa mereka yang mempunyai finansial di atas rata-rata sampai di bawah pun terancam akan ini.

Di tahun 2020 ini, menurutmu mana profesi terbaik yang membuat hati dan dompet tenang disaat pandemik ini melanda?


Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pelayan rakyat memang bertugas untuk menyejahterakan rakyat. Oke sekali lagi, Menyejahterakan rakyat. Semua kalangan masyarakat harus terayomi dengan kebijakan yang telah di cetuskan oleh pemerintah. Dilematis Pro dan Kontra pasti ada. Ketika satu saja kebijakan tidak tepat pasti akan berpengaruh pada jangka panjang.
Ingatkah kau terkait kebijakan subsidi besar-besaran di sektor pariwisata yang “Katanya Pemerintah yakin Indonesia bebas virus Corona karena tidak ada rumah sakit yang melaporkan” disaat negara lain yang “Notabene lebih maju” sedang kelabakan menghadapi virus ini?
Sangat patut dicungi jempol atas ke optimisan seseorang, namun jempol pun akan lelah berdiri ketika ke optimisan menjadi bias.
Dampaknya? Mari kita lihat sekeliling kita.
Perlu analisis mendalam terkait satu kebijakan yang akan di cetuskan. Dampak satu kebijakan bisa berbuah menjadi ribuan kesejahteraan atau bisa jadi ribuan hujatan bahkan kematian.

Kita lihat profesi Dokter dan tenaga kesehatan lain saat ini, profesi yang sangat di elu-elukan masyarakat. Dimana para orang tua sanak saudara akan berbangga dengan profesi ini. Profesi mulia yang menjadi garda terdepan dalam mempertaruhkan jiwa dan raga demi seluruh golongan masyarakat. Disaat seperti ini tenaga kesehatan menjadi harapan kita untuk menyembuhkan dunia.
Lelah? Pasti.
Banyak tenaga kesehatan yang lelah bahkan sampai gugur dalam berjuang menyelamatkan jiwa bangsa. Banyak yang mengaku kalau  Alat Pelindung Diri (APD) yang menjadi tameng tenaga kesehatan dalam bertarung ini pun mengalami kelangkaan walaupun  ”Katanya pemerintah telah subsidi APD ke berbagai Rumah Sakit”. Tekanan fisik dan mental yang mempertaruhkan nyawa menjadi ancaman para tenaga kesehatan ini.

Bagaimana dengan para wirausaha?
Wirausaha yang menjual produk barang ataupun jasa sangat bergantung pada konsumen untuk menggerakkan roda perputaran ekonomi mereka. Profesi ini sangat elastis akan hasil yang di dapat, tinggi rendah suatu penghasilan tergantung usahanya sesuai situasi dan kondisinya.
Pastinya dengan konsumen yang tinggi akan menaikkan profit. Kita lihat sekarang kalangan wirausaha dari bawah, menengah, dan atas sedang berjuang untuk bertahan karena konsumen pun di anjurkan untuk social distancing.
Semua pedagang kebutuhan primer, tersier, sekunder terkena imbasnya. Bagaimana tidak? Sekarang ini banyak karyawan swasta yang kena PHK, otomatis untuk membeli produk primer pun akan memilih yang paling ideal untuk jangka panjang. Lalu bagaimana nasib wirausaha produk sekunder dan tersier?

Bagaimana dengan profesi petani dan peternak yang di analogikan sebagai lemari?
Iya, lemari. Karena beliau ada dan bekerja untuk mencukupi kebutuhan kita sebagai manusia akan pangan namun tidak terlihat kerjanya, bahkan tidak sejahtera. Kita lihat mayoritas pemuda apakah mempunyai cita-cita sebagai petani atau peternak?
Miris, ketika pahlawan pangan petani dan peternak termasuk profesi wirausaha yang hasilnya tiap orang butuhkan namun tidak sejahtera. Akibatnya profesi ini tidak menjadi prioritas atau cita-cita dimata mayoritas pemuda. Lantas bagaimana kualitas pangan Indonesia kedepan?

Pekerjaan pasti mempunyai sisi kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dilihat dari manfaat dan hasil yang didapatkan. Tidak ada profesi yang sempurna karena kesempurnaan didapat ketika saling bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama.
Maka dari itu, kenapa harus meng-glorifikasi profesi kalau semua profesi bagaikan rantai yang mencukupi kebutuhan satu sama lain?
Share:

Wednesday 15 April 2020

Gender Equalities

Sedikit kisahku tentang kemarin kerja di pabrik otomotif. Ya, namanya juga otomotif, pasti identik dengan gender "Laki-laki". Benar saja, dalam pabrik tersebut yang perempuan hanya 2 orang termasuk aku. Disitu aku beradaptasi bagaimana rasanya menjadi Laki-laki. Mulai dari memasuki pikiran mereka sampai kebiasaan mereka. Apa yang di persepsikan laki-laki memang belum tentu sama dengan perempuan, yah memang karena struktur otaknya berbeda. Berbeda itu memang tidak sama, namun bukan berarti tidak bisa setara.

Contoh kecil seperti laki-laki lebih banyak bekerja menggunakan fisik, tidak dengan perempuan.
Berbeda? Pasti.

Setara? Bisa jadi.

Lah, bagaimana bisa yang laki-laki kerja capek sedangkan wanita tidak, bisa dikatakan setara?

Nah, gini. Tidak bisa kita pukul rata akan satu pandangan saja. Bisa kita katakan setara apabila sesuai dengan kapabilitasnya. Sesuai kodratnya memang struktur otak, hormonal, fisik, dan mental laki-laki dan perempuan itu beda, pastinya implikasi pada kekuatan fisik pun juga berbeda. Disinilah kesetaraan gender diperlukan atau paham Feminisme itu sendiri

Tapi tidak berarti perempuan tidak boleh bekerja kasar,

Boleh, namun tahu kapasitas diri karena secara kodrat dan biologis memang tidak sekuat fisik laki-laki.

Lantas apa yang menjadikan setara?

Kemampuan Kognitif.

Manusia di bekali akal oleh Allah dimana kita bisa tahu tanggung jawab, strategis dalam berfikir, dari situ kita juga mampu menyampaikan pendapat secara adil baik perempuan maupun laki-laki.

Nyambung lagi ke topik Equalities ini. Banyak bertebaran paham Feminisme kalau lagi membahas ini. Pastinya banyak yang Pro, namun kontra adalah keniscayaan. Terkait kontra feminisme ini kita bisa lihat gerakan anti feminisme biasanya dari golongan yang beragama Islam. Gerakan tersebut mendeklarasi kalau feminisme bukan bagian dari islam.

Wait, memang iya?

Jika kita melihat dari sejarah, sebenarnya kita mempunya contoh wanita feminis itu sendiri.
Ingatkah engkau akan Ummahatul Mu'minin (Ibu bagi orang-orang yang beriman) bernama Khadijah RA dan Aisyah RA? Beliau adalah istri kesayangan Rasul kita Nabi Muhammad SAW.

Khadijah sebagai businesswoman tangguh ini dikatakan feminis pertama yang beragama Islam. Beliau adalah istri pertama yang sangat dicintai Rasulullah SAW. Khadijah identik dengan karakter mandiri, berjiwa kepemimpinan, berani, tegas, dan mampu mencari nafkah dengan cerdas dimana karakter-karakter ini melekat pada karakter laki-laki bagi golongan patriarki. Begitu pula dengan Aisyah RA, wanita cerdas ini sangat kritis dan argumentativ terhadap pemahaman patriarkis sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Lantas, apa sebab merebaknya golongan Anti-Feminis pada golongan yang mayoritas muslimah ini?

Dalam hal kepemimpinan.

Sebagaimana kita ketahui, dalam apapun itu kita membutuhkan seorang pemimpin untuk mengatur, mengkoordinasi, bertanggung jawab atas suatu hal agar berjalan sesuai tujuan yang diinginkan termasuk kita memimpin atas diri kita sendiri. Ini untuk skala kecilnya ya, untuk skala lebih besar di dalam suatu keluarga. Perempuan juga pemimpin atas hiruk pikuk manajemen suatu rumah dari keuangan, pendidikan anak, kebersihan rumah, dan lain sebagainya. Peran suami disini adalah bertanggung jawab atas peran istri dalam rumah tangga. Yang artinya segala yang dilakukan istri, suami wajib untuk membantu dan membangun, yah namanya juga tanggung jawab suami lebih besar dari sang istri kan sebagai pemimpin rumah tangga?
Lanjut lagi pandangan yang lebih luas dari keluarga, yaitu bermasyarakat. Memang Suami mempunyai peran mencari nafkah, tapi tidak menutup kemungkinan istri mencari untuk keluarganya, entah untuk tambahan uang bulanan maupun ketika ditinggal wafat oleh sang suami. Disini titik feminisme harus ditegakkan. Perempuan berhak untuk bertanggung jawab, memimpin dan mendapatkan hak kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam urusan pekerjaan.

Karena apa salahnya dengan perempuan berdikari atas finansialnya dan perkembangan kapabilitasnya?
Yang salah adalah Faham Patriarki. Dimana Laki-laki merasa lebih superior daripada perempuan.


Perempuan dan Laki-Laki bagaikan Yin dan Yang
Setara. Berbeda tapi saling melengkapi
Share:

Saturday 4 April 2020

Pelabuhan Terakhir

Sudah lama aku tidak merasakan butterfly stomach effect di hidupku. Entah kapan terakhir aku merasakannya, dan itupun tidak se-indah yang di bayangkan.

Aku, adalah wanita yang sulit jatuh cinta.

Mereka berkata, "Ah, seleramu terlalu tinggi"
"Mungkin gengsimu yang terlalu tinggi"
"Bohong. Tidak mungkin kau tidak punya pacar!" 
Atau,
"Dia menyukaimu, kenapa kau tidak bersamanya? Sepertinya dia terlihat sempurna!"

Aku hanya berkata. 
"Tidak. Bukan seperti itu."
Aku rasa, aku hanya merasa mati rasa yang diliputi rasa tidak percaya.
Hambar, seperti es krim yang tidak manis.

Suatu saat, ada seorang lelaki mendekat. Butuh waktu menahun lebih dia dengan segala usahanya meyakinkan perasaanku untuk berkata IYA. 
Namun, apa yang terjadi setelahnya? Aku tidak bahagia.
Aku membohongi perasaanku. Logikaku menolak perasaanku.

"Tidak. Bukan seperti dia."

Pernah suatu saat aku mencoba jatuh cinta pada seorang lelaki yang terlihat sempurna
Mencoba dan mencoba. Bahkan memaksa.
Butuh berbulan-bulan aku memaksa perasaanku. Memaksa hingga membohongi perasaanku.
Hampir setengah tahun kami dekat, perasaanku tetap ku paksa. Karena aku tahu, secara logika aku bisa bahagia dan mapan bersama lelaki itu.
Namun, Perasaanku menolak. Dia memberontak.
Hatiku tidak sepaham dengan logikaku. 

Lagi, dan lagi.
Lelaki datang dan pergi.
Ketika hatiku tak mau beralih. 
Hampa dan hambar adalah makanan sehari-hari.

"Tidak. Bukan seperti ini."

Hingga suatu hari kau hadir.
2015 sebagai tahun awal pertemuan kisah kita. 
Kau yang saat itu selalu membuatku tertawa 
Kau yang saat itu sering mengajakku pergi
Kau yang saat itu selalu mengajakku komunikasi
Kau yang saat itu memandangku dengan tatapan tulus
Kau yang saat itu mengkhawatirkanku
Kau yang saat itu...
Ah, sudahlah...

Kau milik sahabatku. 

Sudahlah, biarkan aku mengalah. 
Kau layak bersamanya.
Sudah cukup.
Aku tidak akan mencintaimu.

Tenanglah sahabatku.
Aku bisa membohongi perasaanku.
Melupakannya, adalah pilihanku. 

Hingga 4 tahun setelahnya kau hadir, Kembali. 
Kau kembali membawa keceriaan padaku
Ternyata, kau kembali membawa tawaran padaku

"Bella, maukah kau melangkah bersamaku?"

Pertanyaanmu tentang ajakan tuk bersama
Pernyataanmu tentang perasaan di tahun 2015 tetap sama

Ternyata, kau masih mencintaiku.  

Namun, Ku hanya bisa berkata.
"Tidak. Kau milik Sahabatku."
"Tenang, Aku bisa membohongi perasaanku."

Segala upaya kau lakukan tuk meyakinkanku.
Dan terungkap cerita di tahun 2015.

Aku, Luluh. Kali ini aku kalah.
Aku kalah karena lelah membohongi perasaanku.
Jujur. Aku mencintaimu. 

Kali ini, aku mempercayai perasaanku.
Logikaku menerima. Aku bahagia

Iya, akhirnya aku bahagia.

Bersamamu. 


 Tidak lagi ku bohongi perasaanku, karena bersamamu. Cukup.
Share:

Popular Posts

Friends

About Me

My photo
Surakarta, Mid Java, Indonesia

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Menjadi Wanita Merdeka 4.0 dengan Menulis

Categories