be different be YOUnique

Saturday 28 March 2020

Standart Kecantikan Itu Menyakitkan

Cantik.

Menurut pembaca, cantik itu seperti apa sih?

Apakah perempuan dengan kulit putih mulus nan glowing?
Ataukah perempuan dengan badan yang guitarable? yang kalau orang bilang seperti gitar spanyol? Seksi dan Montok tentunya.
Kalau jawabannya adalah IYA, bagaimana dengan Transgender yang punya kriteria seperti diatas? Apakah bisa dikatakan Cantik?

Oke, balik lagi ya kalau kebenaran itu Subjektif.
Kita bisa mempunyai kriteria apa saja yang menurut kita cantik. Namun, kriteria satu orang tentu akan kalah dengan kriteria ribuan orang. Dan kriteria ribuan orang itulah yang membuat banyak orang berbondong-bondong untuk menjadi Cantik versi kebanyakan orang. 
Maka dari itu, uang puluhan hingga jutaan rupiah rela di keluarkan untuk membeli skincare, makeup, bahkan rela menyakiti dirinya sendiri untuk operasi plastik. 
Tujuannya? tentu saja untuk meraih Validasi.

Tentang standart kecantikan ini saya ingin me-rekomendasikan dan sedikit me-review video dari VOX dengan judul "Is Beauty Culture Hurting Us?"

Link nya ada di bawah ini yah!


Awal mula perempuan merubah penampilannya bisa dimulai dari komentar orang lain.

"Eh, kok item-an sih kamu"
"Badan kamu kok gendut banget sih, kayak galon"
"Itu kantung mata atau kantung kanguru sih? Gede amat dah"
"Bulu badanmu banyak banget, pasti anget"
"Eh, itu lihat kembaranmu! sama-sama trepes" (sembari nunjuk Triplek)
dan lain sebagainya.

Tanpa sadar komentar atau candaan tentang body shamming atau body judgement ini sangat menyakitkan bagi orang lain. Kita tidak akan pernah tahu perasaan sebenarnya seseorang. Bisa jadi dia tersenyum dengan hati teriris atau bisa jadi dia tertawa dengan hati menangis. 

No one Knows.

Candaan body shaming bisa merubah seseorang untuk memenuhi ekspektasi orang-orang. Menghalalkan segala cara untuk terlihat sempurna dimata orang lain.

Dampaknya?

Ya, orang itu akan terlihat Cantik di mata orang lain, tapi tidak Cantik untuk dirinya sendiri. Dia terluka, terluka Mentalnya maupun Dompetnya. Hey, Cantik itu mahal bung!

Selain dari komentar orang lain tentang body shaming, secara tidak sadar perempuan juga bisa merasa dirinya tidak cantik dengan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Bisa melalui tatap langsung, maupun dari media sosial. Bahkan penelitian menyebutkan kalau seseorang mengomentari orang lain "Cantik" itu artinya seseorang itu merasa tidak puas dengan dirinya sendiri.

Untunglah di era internet ini, banyak beauty influencer dengan berbagai macam tipe Cantik yang subjektif bisa merangkul banyak orang. Tujuannya sederhana, untuk mendobrak standart cantik kebanyakan orang dan menyadarkan bahwa...

Semua Wanita itu, Cantik.



Untuk semua beauty influencer, mulai dari Nyma Tang dengan kecantikan kulitnya, Nabela Noor dengan kecantikan badannya, Jovi Adhiguna dengan Transgendernya, dan yang lain. Terimakasih karena kalian sangat berjasa untuk menyadarkan kalau cantik bukan dilihat dari warna kulit, bentuk badan, ras, agama, dan lain sebagainya. Terimakasih telah mendobrak standart cantik karena cantik sesungguhnya adalah wujud nyata dari rasa kepercayaan diri.

Teruntuk pembaca blog yang budiman, mari meluangkan waktu sejenak untuk mencintai diri sendiri, dengan tidak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. 
Mari kita memuji diri sendiri, atas segala pencapaian yang telah direngkuh dengan keringat dan air mata. Kecantikan tidak hanya tentang fisik, namun tentang karakter dan pencapaian.

Sudah sejauh apa kepercayaan dirimu membawa karakter dan pencapaianmu menjadi cemerlang?
Share:

Friday 27 March 2020

Korelasi Antara Pikiran dan Persepsi

Apa yang membedakan manusia satu dan manusia lainnya ?



Pikiran

Pikiran memulai kita untuk mengambil setiap keputusan dalam hidup. Entah itu pikiran sadar maupun tidak sadar. Sebagaimana ketika kita merasakan lapar. Pikiran tidak sadar terjadi ketika lambung tidak ada bahan makanan yang bisa di cerna, lalu dari lambung mengirim sinyal sinyal ke otak. Dari otak, menerjemahkan dengan rasa lapar. Disinilah pikiran tidak sadar terjadi. Lalu, dimanakah pikiran sadar? Tentunya ketika kita menentukan mau mengisi organ lambung kita dengan makanan apa yang enak, mengenyangkan, dan bagaimana cara makan makanan tersebut.

Persepsi

Seseorang yang menerjemahkan pikiran orang lain disebut Persepsi. Persepsi didapat dari melihat pikiran orang lain yang direfleksikan melalui tingkah laku dan perkataan. Sebagai contoh, kita bisa lihat dari individu yang sedang lapar itu tadi. Suatu malam, individu tersebut dalam keadaan sangat lapar katakanlah karena belum makan sejak pagi hari. Karena pengambilan keputusan orang yang sedang lapar itu adalah makan, maka orang itu mengajak salah satu temannya untuk makan malam. Individu yang lapar tersebut memakan dengan lahapnya yang memunculkan persepsi pada temannya kalau dia sedang kelaparan tanpa orang yang sedang makan itu mengatakan kalau dia sedang lapar. Nah, inilah persepsi.

Setiap individu  akan menerjemahkan persepsi yang berbeda pula. Salah persepsi ini akan menunjukkan kesalahpahaman bahkan perselisihan. Kesalahpahaman yang negatif adalah awal mula perselisihan. Coba kita lihat contoh yang lebih kompleks. Suatu ketika, ada seorang teman yang suka mengkritik temannya yang lain. Ada 2 persepsi yang akan ditangkap teman yang sedang dikritik ini, yang satu adalah dia merasa di hargai karena dia berpikiran orang yang mengkritik ingin dia menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, bisa juga ber presepsi kalau orang yang dikritik ini merasa dibenci oleh orang yang suka mengkritik. Karena dia merasa di hakimi dan diatur oleh orang lain.

Namun, pernahkah kita menelaah sebenarnya apa saja faktor yang menyebabkan persepsi negatif dan positif ini? Mari kita ulas faktor-faktornya.

  • Pikiran, Sebagaimana yang kita tahu, persepsi seseorang di tangkap dari suatu individu yang mempunyai pikiran. Pikiran yang positif akan menghasilkan persepsi yang positif, sama halnya dengan pikiran yang negatif akan menghasilkan persepsi yang negatif. Semua ini terletak pada pengontrolan pikiran. Seseorang bisa saja berpikiran positif maupun negatif tergantung cara kita mengontrol pikiran dengan logis. 

  • Mood, adalah pikiran bawah sadar. Ketika mood seseorang dalam kondisi yang baik, seseorang cenderung untuk berpikiran positif. Sebagai contoh, seseorang yang sedang jatuh cinta. Orang tersebut akan selalu berfikiran positif tentang pasangannya, entah apapun sifat dan tingkah laku pasangannya. 

Begitu pun sebaliknya, ketika orang dalam keadaan mood yang jelek entah karena hari itu sedang sial, atau keadaan sedang lelah, orang itu akan cenderung mempunyai pikiran yang negatif dan tidak jernih sehingga rentan berpersepsi negatif kepada lingkungan sekitarnya.

Sudah cukup jelas bukan, pentingnya berpersepsi positif agar tidak terjadi kesalahpahaman?

Persepsi ini tidak bisa di dapat kalau kita tidak melakukan kontak sosial kepada orang lain. Dan setiap kontak sosial dengan orang lain, pastinya kita ingin membuat kontak sosial yang positif bukan?

Lalu, apa saja yang bisa membuat kita berpikiran dan berpersepsi yang positif?
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Beberapa diantaranya bisa dibentuk sedari dini.

  • Didikan Orang Tua, sangat berpengaruh terhadap pikiran positif dan negatif anaknya. Sebagai contoh, orang tua yang selalu memberikan nilai-nilai tidak pantang menyerah sedari kecil kepada anaknya. Hasilnya, anak tersebut akan menjadi pribadi yang optimis dan berpikiran positif dalam memandang sesuatu. Beda pula ketika orang tua selalu menakuti anaknya agar menghindari sesuatu. Anak tersebut akan menjadi pribadi yang penakut dan selalu melihat resiko yang akan terjadi tanpa memikirkan solusinya.
    Ketika kita sudah menjadi orang tua, kita bisa mendidik dengan memperhatikan sebab akibatnya juga demi kesuksesan anak kelak. Namun, bagaimana jika sudah terlanjur memberikan didikan yang menyebabkan sang anak menjadi berpikiran negatif? Mari kita bahas di point selanjutnya.

  • Sugesti, adalah pikiran sadar yang ditanamkan sehingga menjadi pikiran tidak sadar. Ketika individu sedang terlihat berpikiran negatif, harus di sadari juga dan merubah pikiran kalau semua akan berjalan positif. Karena ketika kita berpikiran positif, secara tidak sadar pikiran akan mencari solusi suatu masalah, seberat apapun masalah tersebut.


Jadi, sudah siapkah anda berpikiran positif dengan segala resiko positifnya ?


Share:

Tuesday 24 March 2020

Kepribadian Kucing


Kucing,

adalah hewan yang paling dekat dengan saya sejak saya masih kecil. Sedikit cerita tentang keluarga saya, khususnya Nenek dari Ibu saya. Beliau pecinta  kucing sampai saya dengar cerita dari Ibu saya. Ketika Nenek saya berangkat sekolah dan belum menyapa kucingnya, kucingnya datang menemui Nenek saya di sekolahan. How's cute it is...

Berawal dari Nenek saya, Ibu saya pun sejak kecil juga menjadi pecinta kucing. Sampai-sampai rumahnya menjadi rumah kucing yang beranak pinak. Keluarga kami cukup unik, keluarga besar Ibu saya dari Nenek-Anak-Cucu-Cicit pecinta kucing semua, dan topik bahasan yang tidak pernah dilewatkan ketika Lebaran pun adalah bagaimana kabar kucing dirumah.

Maka dari itu, kucing tidak lepas dari kehidupan saya yang bahkan menjadi bagian dari keluarga saya. Sedari kecil bersama kucing, saya menemukan karakter kucing yang berbeda-beda. Ada yang pemalu, ada yang penakut, ada yang kagetan (seriously kagetan kalo di colek langsung ngeloncat), ada yang manja, yang cuek juga ada dan lain sebagainya.

Berawal dari situ, saya penasaran tentang kepribadian dari kucing. Tidak hanya penasaran saja, tapi dengan mengetahuinya kita sebagai pemilik kucing yang baik bisa lebih memahami kucing ketika dalam kondisi senang, stres atau sakit. Dan pastinya dengan memahaminya kita juga bisa meningkatkan rasa kenyamanan kucing saat kita pelihara di rumah.

Kepribadian kucing, hampir sama dengan tipe kepribadian manusia. Pernah mendengar tentang Big Five Personality?

Big Five Personality adalah kepribadian secara global yang meliputi 5 level tinggi rendahnya suatu kepribadian. 5 kepribadian itu meliputi Opennes, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism atau yang biasa disingkat OCEAN.

Opennes adalah kepribadian yang condong untuk berfikir kreativ dan terbuka dengan hal-hal yang baru. Conscientiousness adalah kepribadian yang well organized dan pemikir secara detail. Extraversion sering kita dengar yah ini, sama halnya dengan Extrovert yang berkebalikan dengan Introvert. Yaitu seseorang yang energinya meningkat setelah melakukan banyak interaksi sosial. Agreeableness adalah kepribadian yang kooperativ dan prososial. Yang terakhir adalah Neuroticism yaitu ketidakstabilan emosi seseorang yang apabila seseorang dikatakan tinggi neuroticism nya, seseorang condong untuk mudah kecewa dan cemas.

Nah, lalu bagaimana korelasi antara Big Five personality dengan kepribadian Kucing?
Ada tipe yang sama maupun tidak. Menurut penelitian yang penulis baca, kepribadian kucing meliputi Neuroticism, Extraversion, Agreeableness, Dominance, dan Impulsiveness. Sedikit banyak sama dengan manusia dengan penjabaran yang hampir sama pula.

Kucing dengan kepribadian Neuroticism yang tinggi cenderung untuk tidak merasa aman, mudah untuk cemas, lebih takut pada manusia, dan pemalu sehingga kucing sangat suka untuk bersembunyi. Neuroticism yang rendah kebalikannya, yaitu kucing cenderung lebih berani pada manusia atau hewan lain, kucing juga lebih suka mengeksplor jalanan. Maka dari itu pemilik kucing yang mempunyai karakter kucing dengan level Neuroticism yang tinggi disarankan untuk membuat tempat tempat persembunyian yang nyaman.

Dengan karakter Extraversion yang tinggi kucing cenderung untuk lebih aktiv karena rasa penasarannya yang sangat tinggi juga. Kucing ini sangat suka bermain sehingga sering mengajak kucing lain atau bahkan pemilik kucing untuk bermain. Saran untuk pemilik kucing Extraversion yang tinggi ini adalah selalu mengajak kucing bermain agar kucing tidak stres.

Dikatakan Agreeableness yang tinggi ketika kucing sangat ramah pada manusia, manja, suka mendekati manusia bahkan terlihat sayang pada pemiliknya. Kucing dengan Agreeableness yang rendah ketika kucing mudah menunjukkan rasa marah kepada manusia, yang biasa disebabkan karena tidak mudah bersosialisasi dan bisa pula karena kucing sedang menahan sakit dan stres

Nah, ada 2 tipe yang berbeda, yaitu Impulsiveness dan Dominance. Impulsiveness dikatakan ketika karakter kucing berubah-ubah dan tidak mudah ditebak. Biasanya kepribadian ini muncul ketika kucing dalam keadaan tidak nyaman. Yang terakhir karakter Dominance ketika kucing condong untuk lebih agresiv, dan suka mem-bully kucing lain untuk berebut makanan dan daerah teritory sehingga kucing ini lebih mudah mengalahkan kucing lain.

Lalu, apakah kepribadian kucing bisa berubah?

Bisa. Sama dengan kepribadian manusia yang bisa berubah.

Seiring bertambahnya umur kucing, kepribadian kucing bisa berubah lebih dominan dari kucing yang lebih muda. Selain itu juga tidak selincah kucing muda yang cenderung lebih ramah dan lincah.

Bagaimana pendapat pembaca? Pernahkah menemui kepribadian kucing seperti yang diatas?


Tidak hanya sesama manusia saja, namun dengan lingkungan sekitarlah kita harus belajar memahami termasuk kucing. Karena kucing mempunyai jiwa, fisik, mental layaknya manusia. Pentingnya Animal Wellfare atau kepedulian manusia terhadap hewan demi meningkatnya kualitas dan kesejahteraan hidup hewan.



Sumber :
Share:

Popular Posts

Friends

About Me

My photo
Surakarta, Mid Java, Indonesia

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Menjadi Wanita Merdeka 4.0 dengan Menulis

Categories